Setiap tanggal 15 Bulan Karo (kedua) tahun saka, masyarakat Suku Tengger Bromo yang bermukim di wilayah Pasuruan atau disebut Brang Kulon, merayakan Hari Raya Karo.
Seperti yang terlihat pada Rabu (02/08/2022). Untuk yang kesekian kalinya, Pembukaan Hari Raya Karo dipusatkan di pendopo Balai Desa Tosari.
Dari pantauan di lapangan, Tradisi diawali dengan upacara pembukaan Hari Raya Karo. Upacara ini dipimpin oleh seorang romo dukun yang membacakan mekakat atau puja mantra pembukaan Hari Raya Karo.
Barulah nanti diakhiri dengan doa penutup upacara yang dilakukan oleh pimpinan lintas agama, Hindu, Kristen, dan Islam. Kemudian penampilan Sodoran atau Tari Sodor sebagai persembahan khas yang dilakukan oleh warga dari masing-masing desa Suku Tengger yang ada di Bromo.
Eko Warnoto selaku Dukun Pandita Tengger mengatakan, Sodoran adalah tarian yang dianggap Sakral, lantaran melambangkan gerakan-gerakan simbolisasi asal mula (proses) lahirnya manusia.
Selain itu Tari Sodor dalam perayaan Karo merupakan perlambang cikal bakal Suku Tengger dari leluhur mereka Joko Seger dan Roro Anteng, sehingga dianggap sakral karena dimainkan ketika Hari Raya Karo saja.
“Sodoran hanya ditampilkan saat Hari Raya Karo saja, sehingga sangat sakral,” jelas Eko Warnoto.
Para penari Sodor atau disebut juga Pengantin Sodor berjumlah 12-13 orang. Mereka menggunakan sodor (tongkat) dalam pementasannya. Pada klimaks tariannya, akan mengeluarkan biji-bijian dari tongkat yang disimbolkan sebagai kesuburan.
Sedangkan makna Hari Raya Karo sendiri bagi masyarakat Suku Tengger di Gunung Bromo adalah sebuah refleksi kehidupan.
“Mereka akan mawas diri, dari mana sejatinya manusia berasal, dan akan kemana tujuan kehidupan selanjutnya atau disebut Sangkan Paraning Dumadi. Serta saling menjaga kerukunan dengan sesama manusia,” terang Eko Warnoto. (emil)